Senin, 06 Oktober 2014

3 Manfaat Buah Stroberi bagi Kesehatan Rambut dan Kulit

3 Manfaat Buah Stroberi bagi Kesehatan Rambut dan Kulit

Buah Stroberi

Konsumsi buah stroberi mendatangkan manfaat kesehatan bagi rambut dan kulit kita
Liputan6.com, Jakarta Bila kita mengonsumsi buah stroberi secara rutin, maka beragam manfaat kesehatan pun akan kita dapatkan. Mulai dari kesehatan rambut, kulit, dan bagian tubuh lainnya.

Di bawah ini, sejumlah fakta tentang manfaat bagi kesehatan dari buah stroberi yang dikenal kaya antioksidan, yang mampu melindungi tubuh kita dari kerusakan sel, seperti dikutip Health Me Up, Sabtu (3/10/2014)



Mau Muka Lebih Kinclong, Makanlah Stoberi!


stroberi-wanita130116a.jpg
Kerut di wajah kerap menakutkan para wanita. Beragam cara pun dilakukan demi menghindarinya. Padahal, dengan rutin mengonsumsi buah stroberi, kerutan di wajah bisa dicegah.

Seperti dikutip dari Health me Up, Rabu (22/1/2014), buah berwarna merah ini disebutkan mengandung asam ellagic, antioksidan yang mampu melindungi serat elastis di kulit dan mencegah mengendurnya kulit. Asam ini juga mampu memerangi kulit dari kerusakan dan menghilangkan kotoran, serta melembutkan kulit.

Tak hanya itu, asam ellagic juga dipercaya mampu menangkal alergi dan iritasi kulit, dan memberikan perlindungan terhadap polusi.

Stroberi juga memiliki sifat pembersih. Ekstrak stroberi sering digunakan di dalam pembersih wajah dan masker, karena mengandung vitamin C, antioksidan, dan exfoliant. Selain itu, stroberi mengandung asam salisilat yang membantu menyingkirkan sel-sel mati dan mengencangkan pori-pori.

Tak hanya itu. Biotin yang terkandung di dalam buah stroberi mampu membuat rambut tak mudah rontok, dan kuku tampak menawan. Demikian juga dengan parafenol dalam stroberi yang dipercaya ampuh melawan peradangan atau imflamasi seperti osteoarthritis, kanker, asma, dan ateroklerosis.

Agar Kulit Wajah Tak Jerawatan dan Tetap Kinclong


efek-jerawat--130704b.jpg
Jerawat tidak hanya muncul saat udara panas. Di musim hujan pun masalah kulit yang satu ini kerap menganggu. Saat musim dingin, kulit mengalami kekurangan cairan (dehidrasi) hingga memicu munculnya jerawat. Ahli kecantikan Farheen Shaikh mengatakan, konsumsi air yang cukup dapat mengatasi masalah jerawat.

"Dengan konsumsi air yang memadai kulit tidak akan kekurangan cairan. Ini dapat mencegah munculnya jerawat akibat kulit kering. Selain itu olahraga juga dapat membantu mencegah jerawat di musim dingin," kata Farheen dikutip Idiva, Senin (20/1/2014).

Berikut ini cara mengatasi jerawat selain konsumsi air dan olahraga, yaitu:

1. Bersihkan wajah

Untuk menjaga kulit tetap bersih selama musim dingin jangan lupa membersihkan wajah. "Udara yang penuh debu dan kotoran dapat menyumbat pori-pori kulit sehingga menyebabkan jerawat. Untuk itu jangan sampai lupa membersihkan muka. Gunakan pembersih yang sesuai dengan jenis kulit. Pelembab wajah juga diperlukan untuk mencegah timbulnya jerawat," kata Ahli Kecantikan, Amyn Manji.

Pelembab dibutuhkan karena udara dingin mengisap kelembaban alami kulit, sehingga lapisan luar kulit menjadi kering. Sebaiknya hindari pelembab yang menggunakan campuran aroma di dalamnya.

"Kalaupun ingin makeup sebaiknya pilih yang tidak mengandung minyak dan lilin karena dapat menyumbat pori-pori. Jangan menggosok wajah terlalu keras karena dapat menyebarkan bakteri dan infeksi," katanya.

2. Konsumsi Buah

Kunci agar kulit sehat adalah makanan yang bergizi. Rutin mengonsumsi buah seperti stroberi, pepaya dan mangga dapat membantu menjaga kulit di musim dingin. Mengonsumsi makanan yang mengandung vitamin C juga dapat menurunkan risiko keriput, kekeringan dan penipisan kulit.

3. Udara Pagi

Menghirup udara segar di pagi hari dapat membantu meremajakan kulit dan menjaga kulit dari masalah seperti jerawat dan kulit kering.


Alasan Kenapa Sebelum Dimasak Kentang Harus Direndam Dulu

Alasan Kenapa Sebelum Dimasak Kentang Harus Direndam Dulu


Makan Kentang Turunkan Risiko Kena Stroke
Satu buah kentang mengadung 800 mg kalium yang baik dikonsumsi untuk kurangi risiko stroke(Foto: www.potatoes.com)
Liputan6.com, Jakarta Bila kita ingat-ingat, ibu kita dulu biasa merendam kentang sebelum memasaknya. Tindakan tersebut ternyata dapat mengurangi kadar akrilamida dalam kentang. Akrilamida adalah bahan kimia yang secara alami muncul sebagai reaksi ketika makanan kaya pati, contohnya kentang, dimasak pada suhu tinggi, seperti digoreng, dikukus, dipanggang, atau dibakar.
Demikian penelitian yang dirilis dalam edisi online Journal of Science Food and Agriculture, dikutip Sabtu (4/10/2014). Selama ini ada kekhawatiran akrilamida yang ditemukan dalam sejumlah besar makanan dapat membahayakan kesehatan dan menyebabkan kanker pada hewan. Namun, penelitian yang dilakukan tim dari Inggris pimpinan Dr. Rachel Burch dari Leatherhead Food International menemukan bahwa upaya sederhana membilas kentang sebelum digoreng dapat secara dramatis mengurangi pembentukan akrilamida, sehingga menurunkan risiko yang mungkin disebabkan bahan ini.
“Banyak penelitian telah dilakukan oleh industri makanan untuk mengurangi akrilamida dalam produk mereka, tetapi kurang sekali untuk makanan yang dimasak di rumah. Kami ingin menemukan cara untuk mengurangi kadar akrilamida untuk masakan rumahan,” kata Dr. Rachel.
Lebih lanjut penelitian itu menemukan bahwa mencuci potongan kentang mentah atau merendamnya selama 30 menit dan selama 2 jam akan menurunkan pembentukan akrilamida berturut-turut sampai 23 persen dan 48 persen.

 

Senin, 12 November 2012

Mande Rubiah (Sejarah Bundo Kanduang versi Nagari Lunang)

Mande Rubiah (Sejarah Bundo Kanduang versi Nagari Lunang)

Benar atau tidaknya kisah ini, tidak begitu penting. Cerita dari mulut ke mulut menghasilkan ” KABA”. Dalam  dialektika Minangkaba, maka  si Tukang Kaba, akan mengisahkan sesuatu apa yang ia ketahui – ia dengar dan kemudian ia pahami. Kemduian  Kisah  di nukilkan dalam bahasa serta kiasan yang tinggi.
Bertitik tolah dari perangkat hukum adat, yang menempatkan kaum wanita dimuliakan secara adat, maka Bundokanduang selalu menjadi tokoh dalam suatu peristiwa. Bundokanduang  menjadi figur dan di identifikasi sebagai pilar dan tiang utama dalam sistem sosial kemasayarakatan.
Dari berbagai versi tentang bundokanduang, baik dari Pagaruyung maupun dari Lunang, dapat kita simpulkan bahwa Bundokanduang itu ada disetiap ka Nagarian atau wilayah Minangkabau. Jika ada seorang wanita yang memiliki keunggulan – kharismatik – dimuliakan secara adat dalam satu kekerabatan atau didalam suatu trah tertentu, maka Bundokanduang itu tetap akan hidup  sebagai simbol dan orang yang berpengaruh sebagai kharisma wanita minangkabau.

Bundokanduang :
Pada serangkaian cerita Cinduamato, tersebutlah nama Bundo Kandung sebagai ibu dari Dang Tuangku. Akan halnya Bundo Kanduang yang seiring disebut ujud seorang perempuan dalam kerajaan Minangkabau. Barangkali ini merupakan sebuah ungkapan terhormat kepada seorang wanita.
Seperti tersebut dalam kisah Cindurmato, suatu kali cucu Raja Mauliwarman Dewa, datang ke Luhak nan Tuo, Tanah Datar. Mereka adalah tiga kakak beradik, yang tua Kambang Daro Marani (14 tahun), Indo dewa ( 12 tahun) dan yang bungsu Kambang Daro Bandari (10 tahun). Kunjungan mereka ini, disertai para dubalang dan inang pengasuh yang seluruhnya berjumlah 45 orang. Salah seorang yang terkenal dalam rombangan ini adalah Andiko Panjang Gombak (45 tahun), yang bertugas sebagai kepala rombongan dan sekaligus pengawal setia tiga kakak beradik tadi.
Melihat indahnya alam, bersahabatnya masyarakat, maka timbullah hasrat dari tiga kakak beradik ini, untuk menetap di ranah bundo. Keinginan itu disampaikan oleh Andiko Panjang Gombak di dalam pertemuan Limbago Alam di Balai Adat Datuak Bandaro Sungai Tarab. Pertemuan ini membawa arti penting terhadap gerak langkah perjalanan sejarah Minangkabau selanjutnya.
Musyawarah Limbago Alam yang dihadiri, oleh seluruh anggota perwakilannya di Sungai Tarab ini membuahkan tiga butir mufakat, yaitu:
Petama. Basa Tigo Balai dikembangkan menjadi Basa Ampek Balai terdiri dari, Datuak Bandaro dari Sungai Tarab sebagai Payung Panji Koto Piliang, Datuak Indomo dari Saru Aso sebagai Amban Purut Koto Piliang , Tuan Gadang dari Bhakti Sapuluah sebagai Harimau Campo Koto Piliang, dan Datuak Makhudum dari Sumaniak sebagai Pasak Kunci Koto Piliang.
Kedua. Limbago Alam menunjuk Andiko Panjang Gombak sebagai ketua kehormatannya.
Ketiga. Kambang Daro Marani, Indodewa dan Kambang Daro Bandari, sebagai anak kemanakan Limbago Alam, akan dibangunkan sebuah rumah gadang di Gudam Kambang Bungo (Pagaruyung).
Hasil mufakat Limbago Alam ini, disampaikan pula kepada Majilih Kerapatan Adat Alam Minangkabau pada pertemuannya di Medan Taduah Bukit Gombak. Semua anggota perwakilan Majilih menyetujui dan merestui keputusan Limbago Alam tersebut.
Setehun setelah tiga kakak beradik itu tinggal di Luak nan Tuo, rumah gadang atau istano yang dibangun di ranah Kambang Bungo, telah berdiri dengan megahnya. Seluruh bahan bangunannya, adalah sumbangan masyarakat Luhak nan Tigo. Di halamannya berderet pula tiga rangkiang dengan anggun. Perlengkapan rumah gadang seperti lapik baludu, kelambu suto, cawan dan pinggan, cibuk dan bermacam perhiasan mas dan intan dihadiahkan oleh dangsanak belahan diri yang bermukim di pesisir dan rantau.
Tujuh tahun kemudian, Andiko Panjang Gombak mendapat kecaman dari bebagai lapisan masyarakat Minangkabau. Saat itu Kambang Daro Marani yang sedang menginjak umur 21 tahun, dinikahi oleh Andiko Panajang Gombak secara diam-diam tanpa diumumkan secara adat kepada kalayak ramai. Sewaktu Kambang Daro Marani hamil tiga bulan, masyarakat melalui limbago-limbago adatnya menuduh Andiko melakukan perbuatan yang tidak senonoh yang melanggar adat.
Andiko membela diri. Dia mengatakan pernikahannya dilakukan di Bhakti Sapuluah, di istano Tuan Gadang secara resmi. Limbago adat tetap pada pendirian mereka: Andiko dianggap bersalah karena melakukan pernikahan tidak bersuluh matahari dan bergelanggang mata orang banyak, sebagaimana ditetapkan oleh adat. Sebelum hukuman dijatuhkan, Andiko menebus kesalahanya di lapangan Bukit Gombak dengan memotong sepuluh ekor kerbau untuk menjamu perwakilan Limbago Adat dan seluruh anak nagari yang berkenan hadir.
Pada saat itu secara tulus Andiko mengakui, bahwa dia telah berbuat sumbang karena melanggar aturan adat. Selanjutnya bersamaan dengan penyesalan Andiko, masyarakat Minangkabau pun memberikan maaf dengan tulus pula. Hasil pernikahan ini kemudian melahirkan Romandung yang bergelar Dang Tuanku.
Akan tetapi, empat belas bulan kemudian, Andiko Panjang Gombak kembali melakukan kesalahan yang sama. Dia secara diam-diam juga menikahi Kambang Daro Bandari, adik kandung Kambang Daro Marani. Limabago Adat dan rakyat kembali marah besar kepada Andiko. Panjang Gombak dinilai tidak lagi bertingkah laku sesuai alur dan patut. Pada masa itu, di Minangkabau sekalipun belum diliputi agama Islam, masyarakat sangat menentang jika seorang laki-laki mengawini dua perempuan kakak beradik yang masih sama-sama hidup. Masyarakat tidak lagi melihat Andiko Panjang Gombak sebagai seorang yang berpijak di bumi Ranah Minang, karena itu dia harus dibuang sepanjang adat.
Andiko kembali membela diri. Dia menjelaskan, bahwa perbuatannya tersebut disokong oleh Kambang Daro Marani demi melanjutkan keturunan di istano Pagaruyung. Dan Andiko juga meyakinkan bahwa apa yang dia lakukan sudah seizin tetua adat di Darmasraya.
Akhirnya, Andiko kembali mengsisi adat. Kali ini di istano Pagaruyung jamuan makan seperti dulu dilangsungkan. Limbago Adat pun kembali memaafkan Andiko dengan perinsip: Salah kepda manusia minta maaf, salah kepada adat mengisinya. Akan tetapi, sehari setelah upacara adat itu selesai Indodewa, yang satu-satunya laki-laki dari tiga bersaudara, meninggalkan Pagaruyung menuju Darmasraya dan bersumpah tidak akan pernah kembali lagi. Namun, sebagaimana diceritakan, dari pernikahan inilah lahirnya Cidurmoto.
Setelah sama-sama melahirkan anak dari Andiko Panjang Gombak, Kambang Daro Marani berubah nama jadi Bundo Kanduang dan Kambang Daro Bandari jadi Bundo Kambang.
Lebih kurang 23 tahun kemudian, perang pun berkecamuk antara pasukan Imbang Jayo dari Sungai Ngiyang –sebuah kerajaan kecil di Selatan Minangkabau, dengan tentara Pagaruyung. Pertikaian yang tak kunjung berkesudahan ini, dipicu oleh api cemburu yang selalu membakar hati Imbang Jayo yang gagal mempersunting Puti Bungsu, tersebab gadis itu dilarikan oleh Cindurmato anak Raja Pagaruyung.
Ayah dari Imbang Jayo yang bernama Raja Tiang Bungkuk dari Kerajaan Sungai Ngiyang, juga mendukung dendam si anak. Pagaruyung pun akhirnya menuai badai.
Sesaat perang kelihatan seperti reda. Tibalah masanya, empat anggota Basa Ampek Balai, berlima dengan Tuan Gadang di Batipuah, duduk bersila di bagian tengah ruangan balairung, istano Pagaruyunag. Bundo Kanduang dan Bundo Kambang telah duduk pula bersimpuh dilantai anjung ujung utara. Di kiri kanan mereka duduk bersila Romandung dan Cindurmato. Cindurmato baru saja kembali dari Inderapura dua hari sebelumnya. Bersama Cindurmato ikut empat lusin pemuda Inderapura.
Dalam pertemuan itu, sembah kata belum kunjung bersilang. Mereka masih diam sambil menikmati sekapur sirih yang terkunyak dimulut masing-masing. Adanya pancaran haru dan kentaranya silang-siur kerut-merut di wajah Bundokanduang, membuat hati anggota Basa Ampek Balai ikut terenyuh. Tambah lagi sikap Bundo Kambang, Romandung dan Cindurmato yang muram, tidak seperti biasa, telah membuat suasana balairung itu bertambah suram.
Saat itu kepada Basa Ampek Balai, Bundo Kanduang mengatakan, bahwa dia akan pergi jauh dari Pagaruyung. Bila kelak rakyat Minangkabau mempertanyakan kemana mereka pergi, maka katakanlah, bahwa mereka suduah mengirap ke langit.
Mande Rubiah
Tersebut dalam satu versi sejarah, bahwa melihat gelagat Adityawarman yang ingin memerintah secara otoriter di Minangkabau, maka keluarga Raja Pagaryung memprotesnya secara keras.
Bentuk protes ini, adalah dengan mengirab (pindah total) dari daerah asal menuju sebuah persembunyian. Dalam versi sejarah ini, masyarakat Nagari Lunang, Pesisir Selatan, mengatakan, bahwa keluarga raja yang mengirab itu, adalah keluarga Mande Rubiah yang kini mempunyai istana khusus di daerah itu.
Pembenaran ke arah ini, diperkuat dengan beberapa bentuk peninggalan bersejarah. Seperti adanya benda-benda kerajaan yang tersimpan rapi di rumah Mande Rubiah hingga kini. Selain benda pusaka dari piring cawan hingga senjata perang itu, juga terdapat di sekitar rumah Mande Rubiah, perkuburan tua. Pada perkuburan itu konon, dimakamkan Bundo Kanduang dan anaknya Dang Tuangku beserta istrinya Puti Bungsu. Selain itu disekitar rumah Mande Rubiah juga terdapat, kuburan Cindua Mato, yang dikenal dalam legenda Minang sebagai seorang parewa yang ahli siasat perang.
Mungkin nama Dang Tuangku dan Cindua Mato serta Puti Bungsu tidak pernah ada dalam silsilah keturunan Raja Pagaruyung, seperti diakui oleh salah seorang pewaris Kerajaan Pagaruyung, Putri Reno Raudha Taib. Akan tetapi pembenaran yang dipakai versi ini, niat semula dari serumpun keluarga ini untuk mengirab, yaitu untuk menghilangkan sekalian jejak, supaya kemana mereka pergi tidak diketahui oleh Adityawarman orang yang tidak mereka sukai.
Dilihat dari kubur Bundo Kanduang, Dang Tuanku, Cindua Mato dan Puti Bungsu yang ada di nagari Lunang, itu semuanya seperti kuburan orang Islam, membujur ke utara dan selatan menandakan menghadap kiblat.
Keadaan ini juga bisa dihubungkan dengan kebencian sekelompok keluarga kerajaan ini kepada Adityawarman karena mereka tidak seagama. Sebab dalam sejarah dikatakan, adityawarman adalah penganut Budha Mahayana, orang yang suka dengan kekerasan.
Perhitungan Tahun
Akan tetapi dalam sejarah dan Tambo Adat Minangkabau, disebutkan. Adityawarman berada di Pagaruyung sekitar 1339-1376. Anaknya, Ananggawarman yang masih beragama Budha memerintah (1376). Setelah itu barulah Sultan Bakilap Alam menjadi Raja Pagaruyung, sampai pada Sutan Usman, 1943 selaku (Kepala Kaum Keluarga Raja Pagaruyung).
Jika dilihat pula keterangan yang disampaikan oleh Barkat, seorang keluarga Mande Rubiah, hingga kini keberadaan Mande Rubiah di Lunang, baru keturunan ke tujuh. Jika keturunan keluarga ini berumu masing-masing 50 tahun, maka perhitungannya baru sampai pada tahun 1600-an. Dalam hal ini jelas ada perhitungan sejarah yang tercecer.
“Untuk menghimpun sejarah Minangkabau yang penuh dengan makna, ini jelas tugas bersama untuk mempertautkannya. Sebab, sejarah suatu bangsa bukanlah terletak pada pundak satu angkatan saja, tetapi terletak di setiap pundak angkatan yang datang silih berganti dan bertukar tiap sebentar. Tugas kita semualah untuk mencarinya,” kata Abdul Hamid, salah seorang pemuka adat dari Nagari Pariangan selaku nagari tertua di Minangkabau.
Akan halnya Mande Rubiah, kalaulah bukan karena dibuka jalan lintas Sumbar Bengkulu dan transmigrasi di Lunang, maka tabir sejarah Rumah Gadang Mande Rubiah tidak akan ditemukan. Salah satu bukti sejarah yang ada hubungannya dengan Pagaruyung itu baru diketahui masyarakat secara luas, baru pada tahun 1960-an. Sebelumnya, boleh dikatakan hanya masyarakat Nagari Lunang dan sekitarnya saja yang tahu kalau yang menghuni rumah gadang itu adalah keturunan Bundo Kanduang..
Siapa Bundo Kanduang kenapa dia sampai ke Lunang? Inilah sebuah pertanyaan yang hingga sekarang belum mendapat jawaban yang memuaskan sebagai acuan bagi generasi berikutnya.
Jika memang Bundo Kanduang itu identik dengan Mande Rubiah yang ada di Lunang ini kita harus membuktikan apa yang diwarisinya sekarang, apakah berasal dari Pagaruyung atau ada kesamaan dengan Pagaruyung. Semua itu masih perlu pembuktian.
( Sumber www.sumbarprov.go.id 

8 Responses to “Mande Rubiah (Sejarah Bundo Kanduang versi Nagari Lunang)”


Saya pun berpendapat demikian. Meskipun ada beberapa perbedaan dalam penafsiran. Saya menganggap Dang Tuanku adalah Adityawarman, Cindur Mato adalah anak angkat Dara Jingga (Bundo Kanduang)yang pada waktu Era Adityawarman bertugas sebagai panglima perang. Usia Dang Tuanku dan Cindua Mato terpaut jauh. Dan usia Dang Tuanku dengan Puti Bungsu juga terpaut jauh. Menurut sejarah, Adityawarman diangkat menjadi raja Pagaruyung (waktu itu masih di Saruaso), pada saat umur 45 tahun, karena karir militernya yang mentok di Majapahit kalah oleh saudara seperguruannya Gajah Mada yang diangkat menajdi patih Majapahit. Adityawarman pun tewas karena oleh kudeta di Pagaruyung yang tidak menghendaki sistem feodal jawa diterapkan di Minangkabau.
Setelah menikah dengan Puti Bungsu dan mempunyai putra Ananggawarman, terjadi pemberontakan di beberapa nagari di daerah Taluak Kuantan yang dipicu oleh Imbang Jayo yang masih dendam karena gagal mempersunting Puti Bungsu. Pemberontakan ini berlangsung cukup lama, dan puncanya ketika Imbang Jayo beserta sekutunya berhasil membunuh Adityawarman (menurut legenda Adityawarman terbunuh di Batu Pancar Matoari). Melihat posisi keluarga kerajaan yang terancam, Cindua Mato segera mengambil tindakan, ia segera mengungsikan Dara Jingga, Puti Bungsu, Puti Lenggogeni (istrinya yang sedang hamil ). Rombongan ini dikawal oleh 4 lusin pemuda dari Indo Puro. Adapun kemenakannya, Ananggawarman, tetap disembunyikan di Pagaruyung. Sebelum berangkat, Dara Jingga membungkus pakaian yang dikenakan Adityawarman ketika tewas terbunuh dan menyimpannya.
Agar masyarakat Pagaruyung dan seluruh rantau yang masih setia dengan pagaruyung tidak panik, Cindua Mato meminta agar kepergian Bundo Kanduang, Dang Tuanku, Puti Bungsu dan Puti Lenggogeni sebagai kirab ke langit (sesuai kepercayaan tahyul masyarakat pada waktu itu).BUngo Kanduang kemudian memutar Gunung Merapi, menyisir Danau Singkarak, Terus ke Gunung Talang, melewati Sungai Pagu. Dari sungai pagu, Bundo Kanduang menerobos lebatnya Hutan membelah bukit, dan sampailah di Lunang. Dan dimulailah kehidupan disana. Kemudian baju Dang Tuanku di Kubur sebagaimana layaknya kuburan seorang Muslim.
Sepeninggal Bundo Kanduang, Cindua Mato atas bantuan penghulu dan hulubalang di daerah Luhak dan Rantau Pasisia, berhasil menumpas pemberontakan Imbang Jayo. Pagaruyung kembali ditegakkan wibawanya.Selama kekosongan raja, Cindua Mato meminta para penghulu adat, Basa Ampek Bali, kedua Raa dari Rajo nan tigo untuk memegang sistem pemerintahan. Adapun Adityawarman fokus pada mendidik Ananggawarman dan keamanan / pertahanan Minangkabau.
Setelah Dewasa, Ananggawarman dinobatkan sebagai raja Minangkabau. Dasar-dasar pemerintahan yang ditinggalkan mendiang ayahnya tetap dipakai, ditambah dasar-dasar Militer yang juga kuat. Setelah penobatan Ananggawarman menajdi raja, Cindua Mato kemudian menyusul Bundo Kanduang ke Indra Pura, dan terus ke Lunang. Sesampai disana, ia dapat Bundo Kanduang sudah sangat renta, anaknya pun juga sudah besar. Akhirnya Cindua Manto beserta Bundo Tercintanya dan keluarga menghabiskan akhir hayatnya disana.
Ini hanya hipotesa saya. Mungkin agak sedikit fiksi, tapi saya rasa juga ada alasannya. Karena pada saat itu, negeri rantau Barat yang maju adalah Indra Pura dan Pariaman. Hubungan dengan Pariaman agak kurang baik karena pengaruh Pagaruyung tidak terlalu kuat disana, sedangkan Indrapura adalah wilayah rantau pasisie yang sangat loyal dengan Pagaruyung, sehingga Cindua Mato mempercayakan keluarga tercintanya disana.

Motif Ukiran Minangkabau, Warisan dari Yunani Kuno

Motif Ukiran Minangkabau, Warisan dari Yunani Kuno


GreekGroup
oleh Zulfadli  (http://mozaikminang.wordpress.com)

Dalam tulisan sebelumnya yang berjudul Warisan Ukiran dari Gandhara, saya telah menyajikan sebuah hipotesa tentang keterkaitan antara kebudayaan hellenisme yang berkembang di Gandhara pada sekitar awal abad Masehi dengan kebudayaan yang berkembang di Minangkabau. Objek yang menjadi aspek penelitian saya diantaranya adalah kesamaan antara motif ukiran Minangkabau dengan motif ukiran bergaya hellas yang berkembang di Gandhara. Selain itu sistem pemerintahan yang berlaku di Minangkabau juga memiliki kemiripan dengan sistem ketatanegaraan Yunani kuno, yaitu berbentuk konfederasi nagari yang mirip dengan polis-polis.

Penemuan-penemuan tersebut membawa saya lebih lanjut untuk menelusuri kemiripan-kemiripan ini, utamanya tentang motif ukiran Minangkabau. Saya menelusuri informasi tentang motif-motif ukiran Yunani kuno dan menemukan satu jenis motif dengan kemiripan hampir 80% dengan motif Siriah Gadang yang ada dalam khazanah motif ukiran Minangkabau. Berikut adalah perbandingan kedua motif ukiran:
ancient-greek-architectur-7

(a) Ancient Greek Carving (Honeysuckle Carving)
Siriah Gadang

(b) Motif ukiran Minangkabau : Siriah Gadang
Siriah gadang siriah balingka
Kuniang sacoreng diatehnyo
Baaleh batadah tampan
Hulu adat kapalo baso
Pangka kato hulu bicaro
Panyingkok peti bunian
Pambukak biliak nan dalam

Susunan dari Pariangan
Buatan Parpatiah Nan Sabatang

Tidan nan turun dari ateh
Balingka jo mufakat balingka jo limbago
Jadi pusako alam nangko

Secara umum kita tidak dapat mengamati kemiripan geometris pada kedua motif ini, karena motif pertama (motif Yunani) lebih sederhana sedangkan motif kedua (motif Minangkabau) lebih kompleks. Namun terdapat unsur unsur khas dari motif Yunani yang selalu ada dalam setiap motif ukiran Minangkabau, yaitu
  • unsur sulur tanaman rambat (tanaman anggur)
  • unsur tunas daun/pucuk daun/daun muda yang belum berkembang (daun anggur)
  • unsur buah anggur
Berikut adalah gambar dari unsur-unsur tersebut dalam motif ukiran Yunani kuno yang saya ambil dari Honeysuckle Carving dan  Gandhara Scrolls:
GreekGroup
Sedangkan gambar dibawah ini adalah unsur-unsur yang sama yang ditemukan dalam motif ukiran Minangkabau (perhatian! tidak ditemukan unsur-unsur ini dalam ragam motif ukiran etnik-etnik lain di Nusantara. Diluar Yunani, unsur-unsur ini kerap ditemukan pada ukiran-ukiran di Gandhara namun hanya diwariskan secara turun-temurun di Minangkabau dan Turki bagian barat yang berbatasan dengan Yunani (contoh Istanbul).
MinangGroup
Motif Ukiran Minangkabau pada akhirnya berkembang sampai tahap yang sukup maju dan juga mengadopsi gaya-gaya ukiran lain seperti bentuk-bentuk geometris dari Cina dan Tibet, seperti tampak pada motif Aka Barayun dan Saluak Laka dibawah ini:
(a) Motif Aka Barayun
Aka Barayun
(b) Motif Saluak Laka
Saluak Laka_small

Sabtu, 15 September 2012

Silsilah Sultan2 Pahang-Aceh-Inderapura

(0067) PAHANG DI BAWAH TAKLUK RAJA ACEH (1618-1641M)

1615M
RAJA BUJANG (Putera SULTAN ALAUDDIN RIAYAT SHAH III - Raja Johor-Riau) telah dihantar untuk menerajui TAKHTA PAHANG menggantikan Putera Sultan Abdul Ghafur Muhiyuddin Shah (SP XII, 1592-1614M) yang merampas kuasa.

1618M
SULTAN ISKANDAR MUDA DERMA WANGSA PERKASA ALAM SHAH (Raja Aceh Ke-22, 1607-1636M) telah menyerang PEKAN (Hilir Pahang), dan menakluk Pahang setelah RAJA PAHANG kalah berperang. Meskipun begitu, sewaktu serangan dan penaklukan Pahang oleh RAJA ACEH ini, ULU PAHANG, khasnya JELAI dan LIPIS di bawah pemerintahan SERI MAHARAJA PERBA@MAHAJA PERBA tidak tergugat sama sekali kerana lokasi Ulu Pahang yang terlalu jauh di pedalaman lagi penuh berbahaya.



FOTO 1 :
SULTAN ISKANDAR MUDA DERMA WANGSA PERKASA ALAM SHAH
RAJA ACEH KE-22, 1607-1636M

Natijah buruan Aceh, RAJA BUJANG (RAJA PAHANG - keturunan Raja Johor-Riau) sempat melarikan diri ke PULAU LINGGA. Ayahanda mertua baginda, SULTAN AHMAD@RAJA ABDULLAH (SP XI, 1590-1591M), dan puteranya RAJA MUGHAL serta 10,000 RAKYAT PAHANG telah dibawa ke ACEH.

Serangan dan Penaklukan oleh ACEH terhadap HILIR PAHANG, terutama KOTARAJAPEKAN menyebabkan ramai para Pembesar Pahang, para Pahlawan@Panglima Pahang, dan rakyat jelata yang terbunuh di samping 10,000 orang rakyat Pahang dibawa ke ACEH. Sebahagian rakyat HILIR PAHANG juga tidak diragui lari menyelamatkan diri ke ULU PAHANG menyusur Sg. Jelai dari TEMBELING mudik ke hulu mauk ke wilayah pemerintahan SERI MAHARAJA PERBA@MAHARAJA PERBA@TO' RAJA, dan menyebabkan jumlah rakyat di ULU PAHANG semakin ramai.

Waktu ini jugalah SERI MAHARAJA PERBA@MAHARAJA PERBA dipecayai memperkuatkan benteng pertahanan Ulu Pahang, khasnya di JELAI dengan melatih Pahlawan-Pahlawan Jelai yang gagah perkasa. Waktu ini jugalah pelbagai jenis PENCAK SILAT diajar dan dikembangkan oleh Mahaguru-Mahaguru Silat.

1620M

PUTERI SAFIATUDDIN, puteri hasil perkahwinan SULTAN ISKANDAR MUDA-PUTERI SENDI RATNA INDRA kemudiannya dikahwinkan dengan RAJA MUGHAL (Putera Pahang).

1621M
Setelah menjadi menantu Sultan Iskandar Muda, RAJA MUGHAL (Putera Pahang) diangkat menjadi PUTERA MAHKOTA ACEH.

Lewat peristiwa ini, SULTAN ISKANDAR MUDA telah menikahi PUTERI KAMALIAH@JAMALIAH (Permaisuri Sultan Ahmad - Pahang) setelah Sultan Ahmad bersetuju untuk menceraikan isterinya, manakala SULTAN AHMAD - PAHANG pula bersetuju untuk menikahi PUTERI SENDI RATNA INDRA (Permaisuri Sultan Iskandar Muda) setelah Raja Aceh itu menceraikan isterinya.

Sebagai bukti cinta SULTAN ISKANDAR MUDA kepada PUTERI PAHANG, yakni PUTERI KAMALIAH@JAMALIAH, Baginda telah membina sebuah TAMAN yang dikenali sebagai BANGUNAN GEGUNONGAN@TAMAN PUTERI PAHANG.




FOTO 2 : TAMAN PUTERI PAHANG - BANDA ACHEH

Dalam hal ini, tidaklah berlebih-lebihan dikatakan bahawa sebahagian daripada nenek-moyang penduduk Aceh sekarang (abad ke-21M) terdiri daripada RAKYAT PAHANG yang ke Aceh itu. Justeru, sejak abad ke-17M bermulalah hubungan SOSIO-POLITIK dan SOSIO-BUDAYA antara ACEH-PAHANG.

1636M
RAJA MUGHAL (Putera Pahang) telah didaulatkan sebagai RAJA ACEH kE-23 dengan gelaran SULTAN ISKANDAR THANI (1636-1641M). Baginda seorang raja yang adil, berilmu dan kebijaksanaannya bersandar kepada Al-Quran dan Sunah Rasulullah SAW.

1641M
SULTAN ISKANDAR THANI - RAJA ACEH mangkat, dan jenazah baginda disemadikan dI MAKAM RAJA-RAJA SEMENANJUNG TANAH MELAYU (Berhampiran dengan TAMAN PUTERI PAHANG).

Jumat, 14 September 2012

Gempa Kembali Kejutkan Padang

 Provinsi Sumatra Barat
Gempa Kembali Kejutkan Padang
BMKG: Tidak Berpotensi Tsunami
Padang Today  Berita Peristiwa  Jumat, 14/09/2012 - 12:51 WIB  andri mardiansyah  776 klik
Gempa Kembali Kejutkan Padang
Pasca Banjir Bandang yang menghantam sebagian Kota Padang Rabu (12/9) lalu yang membuat kecemasan sebagian warga Kota Padang, kali ini warga kembali dikejutkan dengan goyangan gempa yang terjadi sekitar pukul 11.51 Wib Jumat (14/9). Sumber Gempa diketahui berasal dari 162 km Tenggara Kepulauan Mentawai dengan kekuatan 6.1 Sr, kedalaman 83 Km, koordinat 3.51 LS dan 100.32 BT.

Dijelaskan Try, Staf Analisa Kegempaan BMKG Stasiun Geofisika Padang Panjang, Gempa yang berada di 162 Km Tenggara tersebut berada dekat dari Pulau Pagai selatan Kepulauan Mentawai dan tidak berpotensi Tsunami, namun demikian diharapkan kepada semua Masyarakat untuk tetap waspada terhadap kemungkinan adanya gempa susulan.

"Gempa yang dirasakan tidak berpotensi Tsunami, kemungkinan gempa susulan ada namun semua masyarakat harus tetap waspada mengingat sumbar memang rentan akan bencana kegempaan,"ujar Try, Jumat (14/9).

Pantauan dilapangan seputaran Ulak Karang, walau gempa dirasa tidak terlalu kuat namun cukup membuat kecemasan sebagian Warga Kota Padang, apalagi baru beberapa hari lalu banjir bandang melanda kota padang,"kita cukup merasakan goyangan gempa, walau ada kekhawatiran akan adanya gempa susulan yang lebih besar, namun kita tetap tenang dan waspada, kita juga telah belajar dari pengalaman yang sudah-sudah,"tutur Sari, dan kasyanto, warga Ulak Karang Padang.

Walau Gempa dirasa tak begitu kuat dan tidak berpotensi Tsunami, BMKG Padang panjang tetap menghimbau kepada semua lapisan Masyarakat untuk tetap waspada terhadap segala kemungkinan yang bisa saja terjadi, Gempa Skala kecil bukan tidak berpengaruh apa-apa namun semua tetap harus waspada agar dampak yang ditimbulkan apabila ada gempa susulan dapat segera diantisipasi. (*)
[ Red/web administrator]-Selengkapnya di PadangEkspres,Posmetro padang, Rakyat Sumbar

Kamis, 13 September 2012

Perenang Sumbar Pecahkan Rekor PON Yosita Raih Emas dan Perak Pertama

Perenang Sumbar Pecahkan Rekor PON
Yosita Raih Emas dan Perak Pertama
Padang Ekspres • Senin, 10/09/2012 11:05 WIB • GANDA CIPTA • 1154 klik
Perenang Sumbar, Yosita (tengah)
Pekanbaru, Padek—Dahaga Sumbar akan medali, akhirnya terobati. Kontingen Ra­nah Mi­nang pa­cah ta­lua me­dali dari no­mor aqua­tic, lewat pe­renang an­dalan Pa­tri­sia Yosita Hapsari. Yang mem­bang­gakan, perenang asal Ambacang Swim­ming Club ASC) itu, tidak hanya me­raih medali emas bagi Sumbar, ta­pi sekaligus memecahkan re­kor Pekan Olahraga Nasional (PON). Selain emas, kemarin, Yo­sita juga meraih satu medali pe­rak.

Sayangnya, sukses pe­re­nang yang ditangani pe­latih ‘bertangan di­ngin’ Andre Mardian itu, tidak diikuti atlet Sumbar lain­nya. Akibatnya, hing­ga hari kemarin (9/9), kontingen Tuah Sakato harus puas di peringkat ke-9 klase­men perolehan medali sementara dengan 1 emas, dan 1 perak.

Puncak klasemen sementara ditempati kon­tingen Jawa Barat dengan 3 emas, 3 pe­rak, dan 4 perunggu, disusul Jawa Timur (3 emas, 3 perak, 1 perunggu), dan DKI Jakarta (2 emas, 3 perak, dan 1 perunggu).

Medali emas Yosita itu, me­mang sudah diprediksi sebelum­nya. Berlomba di Aquatik Centre Rumbai, Yosita merajai no­mor andalannya 100 meter gaya be­bas putri sejak penyisihan. Yo­sita mengukuhkan dirinya seba­gai yang terbaik di nomor itu, se­telah di final mencatat waktu ter­baik 00.58.09.

Dia mengalahkan perenang an­dalan Jawa Timur yang lebih di­favoritkan meraih medali emas, Enny Suliaswati yang ha­nya men­catat waktu 00.58.39. Se­­mentara tempat ketiga ditem­pa­ti Khatriana dari DKI Jakarta yang finis dengan waktu 00.59.32.

Tidak sekadar meraih me­dali emas, namun Yosita juga memecahkan rekor PON yang dibuat Nancy Suryaatmadja pada PON Kaltim 2008. Rekor Nancy sendiri 00.58.71. Selain itu, kebanggaan lain yang patut di­syukurinya adalah mampu me­­ngalahkan Enny yang me­ru­pakan pemegang rekor na­sional dengan catatan waktu 00.57.14.

Sementara itu, raihan perak di­dulang Yosita dari kayuhan no­mor 200 meter gaya ganti per­orangan putri. Pada nomor ter­se­but dia mencatat waktu 02.25.53. kalah empat detik le­bih dari Perenang Jabar Ressa Ka­nia Dewi yang mencatat wak­tu 02.21.52. Catatan Ressa itu ju­g­a memecahkan rekor PON yang dicatat Elfira Rosa Na­sution pa­da PON 1996 Jakarta degan ca­tatan waktu 02.22.52. Se­dang­kan medali perunggu di nomor ini diraih Fibriani R Marita (Ja­tim) dengan catatan waktu 02.26.85.

Seusai bertanding, kepada wartawan Yosita mengaku baha­gia karena bukan saja emas per­tama untuk Sumbar, tapi juga emas pertama bagi dirinya sen­diri di ajang PON. “Emas ini saya per­sembahkan terutama sekali un­t­uk kedua orangtua saya. Ini juga emas buat seluruh mas­ya­rakat Sumbar,” ujarnya.

Harapan emas dari kolam renang tidak berakhir sampai di sini. Sebab, Yosita sendiri masih akan turun pada empat nomor lagi, yakni 400 meter gaya bebas, 400 meter gaya ganti, 50 meter ga­ya bebas, dan 200 meter gaya be­bas. “Nomor utama saya sebe­nar­nya ada pada 200 meter gaya bebas. Saya harap besok (hari ini, red) akan bisa mendapatkan emas pada nomor tersebut,” tu­turnya. Hari ini, selain akan tu­run pada nomor 200 meter gaya bebas, dia juga akan turun pada 50 meter gaya bebas.

Ketua Umum KONI Sum­bar, Syahrial Bakhtiar yang ikut me­nyaksikan perlombaan, me­ngucapkan syukur atas keber­hasilan Yosita. “Mudah-mudahn ini bisa membuat kontingen Sumbar bisa lebih bersemangat lagi. Dan saya berharap dia kem­bali meraih emas pada per­tandingan besok (hari ini, red),” kata Syahrial.

Bonus Spontan

Atas keberhasilannya itu, Yo­sita langsung mendapat kucu­r­an bonus. Secara spontan, saat me­ngunjungi Yosita di belakang po­dium penyerahan medali, Syah­rial memberi dua ikat pe­nuh uang pecahan Rp 50 ribu atau sebanyak Rp 10 juta.

Tak hanya itu, Wakil Ketua Umum III KONI Sumbar yang juga Ketua Umum Ambacang Swimming Club, Sengaja Budi Syukur juga memberikan bonus kepada Yosita sebesar Rp 5 juta.
Budi Syukur mengaku terha­ru dengan prestasi perenang bi­naannya tersebut. ”Dengan hasil yang diraih Yosita, sekaligus mem­pertahankan tradisi emas per­dana Sumbar yang disum­bang­kan perenang asal Am­ba­cang Swimming Club,” ung­kap Budi dengan suara ber­getar karena haru.

Pada PON Kaltim 2008 lalu, emas Sumbar juga terlahir dari ca­bang renang. Waktu itu, diper­sem­bahkan perenang Am­ba­cang Swimming Club lainnya, Harizal. Sayangnya, pada PON kali ini, Harizal belum mampu bi­cara banyak. Pahlawan PON Sum­­bar di PON Kaltim lalu yang per­nah menghuni Pelatnas Re­nang itu, kemarin, hanya mam­pu finis di urutan ketujuh de­ngan catatan waktu 02.18.58 saat turun pada nomor 200 me­ter gaya punggung putra.

Pada nomor itu, perenang Riau asal Bali,  Gede Siman Su­dar­tama menjadi yang terbaik de­ngan catatan waktu 02.05.01. Pe­rak diraih Ricky Anggawijaya (Ja­bar) dengan catatan waktu 02.08.95. Sedangkan perunggu di­raih Putu Takahide Valentino (Ba­li) dengan catatan waktu 02.12.23.

Selain renang, cabang lain yang bisa menjadi tempat Sum­bar mendulang medali adalah ca­bang atletik. Harapan itu akan di­ketahui hasilnya hari ini. Sprin­ter Lusiana Satriani turun pada final nomor 200 meter putri.

Walau peluang menyabet emas berat, tetapi Lusiana opti­mis­tis memberikan yang terbaik ba­­gi kontingen Sumbar. Soal pe­luang Lusiana, diakui salah se­orang pelatih Sumbar, Anwar sa­ngat berat. Pasalnya, pelari na­sional akan menjadi lawan­nya, seperti Irene, Dedeh Hera­wati dan lainnya. (*)